Assalamualaikum :)
Kali ini saya memposting lagi suatu tambahan wawasan pengetahuan mengenai dua buah epos yang pastinya jarang kita dengar selama ini, yaitu Gilgamesh dan Shahnameh. Kedua epos ini adalah cerita terpisah dan tidak punya hubungan sama sekali, tapi seperti hubungan erat karena adanya beberapa kemiripan, baik tema maupun cerita di dalamnya dan terkenal dimasing-masing negara asal maupun zamannya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman yang sedang mencari referensi khususnya untuk tugas Sastra Bandingan mengenai kedua epos ini ^^
Kali ini saya memposting lagi suatu tambahan wawasan pengetahuan mengenai dua buah epos yang pastinya jarang kita dengar selama ini, yaitu Gilgamesh dan Shahnameh. Kedua epos ini adalah cerita terpisah dan tidak punya hubungan sama sekali, tapi seperti hubungan erat karena adanya beberapa kemiripan, baik tema maupun cerita di dalamnya dan terkenal dimasing-masing negara asal maupun zamannya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman yang sedang mencari referensi khususnya untuk tugas Sastra Bandingan mengenai kedua epos ini ^^
1) Sinopsis
Gilgamesh:
Epos Gilgamesh adalah sebuah puisi epos dari Babilonia
dan merupakan salah satu di antara karya sastra paling awal yang dikenal.
Sebagai rangkaian legenda dan puisi Sumeria
tentang raja dan pahlawan mistis Gilgamesh, yang dianggap sebagai penguasa pada millennium
ketiga SM, dikumpulkan hingga menjadi sebuah puisi Akkadia
yang panjang di kemudian hari, dengan versi terlengkap yang masih ada sekarang
dan dilestarikan dalam lempengan-lempengan tanah liat dalam koleksi
perpustakaan raja Asyurbanipal dari Asyur pada abad ke-7 SM.
Salah sebuah cerita yang termasuk dalam
epos ini berkaitan dengan air bah. Inti kisahnya berkisar pada hubungan
antara Gilgamesh, seorang raja yang terpecah perhatiannya dan patah semangat
oleh pemerintahannya, dan seorang sahabat, Enkidu, yang agak liar dan
yang berusaha melakukan suatu upaya yang berbahaya bersama Gilgamesh. Banyak
dari epos ini terpusat pada perasaan kehilangan Gilgamesh setelah kematian
Enkidu, dan yang seringkali disebut oleh para sejarahwan sebagai salah satu
karya sastra pertama yang sangat menekankan keabadian.
Epos ini dibaca luas dalam bentuk terjemahannya, dan pahlawannya, Gilgamesh,
telah menjadi lambang budaya
populer.
Diceritakan bahwa Ut-Napishtim adalah
persamaan tokoh bangsa Babilonia terhadap pahlawan dalam peristiwa banjir dalam
kisah bangsa Sumeria yaitu Ziusudra. Tokoh penting yang lain adalah Gilgamesh.
Menurut legenda, Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para
leluhurnya untuk mengupayakan rahasia kehidupan yang abadi. Ia melakukan sebuah
perjalanan yang menentang bahaya dan penuh dengan kesulitan. Ia diperintahkan
supaya melakukan sebuah perjalan dimana ia harus melewati "Gunung Mashu dan
air kematian" dan sebuah perjalanan yang hanya dapat diselesaikan oleh
seorang anak tuhan bernama Shamash. Namun Gilgamesh tetap dengan gagah berani
melawan semua bahaya selama perjalanan dan akhirnya berhasil mencapai
Ut-Napishtim.
Naskah ini dipotong atau selesai pada
titik di mana terjadi pertemuan antara Gilgamesh dan Ut-Napishtim, dan ketika
akhirnya menjadi jelas, Ut-Napishtim bekata kepada Gilgamesh bahwa, "para
tuhan hanya menyimpan rahasia kematian dan kehidupam untuk diri mereka sendiri"
(yang mereka tidak akan memberikannya kepada manusia). Atas jawaban ini
Gilgamesh bertanya kepada Ut-Napishtim bagaimana ia dapat memperoleh keabadian;
dan Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah tentang banjir sebagai jawaban
atas pertanyaannya. Banjir tersebut juga diceritakan dalam kisah "dua
belas meja (twelve tables)" yang
terkenal dalam epik tentang Gilgamesh.
Ut-Napishtim memulainya dengan
mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan kepada Gilgameshh adalah merupakan
"sesuatu yang rahasia, sebuah rahasia dari tuhan". Ia berkata bahwa
ia dari kota Shuruppak, kota tertua diantara kota-kota di daratan Akkad.
Berdasarkan ceritanya, tuhan "Ea" telah menyerukan kepadanya melalui
tembok gubuknya dan mengumumkan bahwa tuhan-tuhan telah memutuskan untuk
menghancurkan semua benih kehidupan dengan perantaraan sebuah banjir; namun
alasan tentang keputusan mereka tidaklah diterangkan dalam cerita banjir bangsa
Babylonia sebagaimana telah diterangkan dalam kisah banjir bangsa Sumeria.
Ut-Napishtim berkata bahwa Ea telah menyuruhnya untuk membuat sebuah perahu
dimana ia harus membawa serta dan membawa "benih-benih dari semua makhluk
hidup". Ea memberitahukan kepadanya tentang ukuran dan bentuk dari kapal
tersebut, berdasarkan hal ini, lebar, panjang dan ketinggian dari kapal sama
satu sama dengan yang lain. Badai besar menjungkirbalikan semuanya dalam waktu
enam hari dan enam malam. Pada hari yang ke tujuh, badai mulai reda.
Ut-Napishtim melihat bahwa diluar kapal, "telah berubah menjadi Lumpur
yang lengket”, dan sang kapal pun berhenti di gunung Nisir.
Menurut catatan bangsa Sumeria dan
Babylonia, Xisuthros atau Khasisatra diselamatkan dari banjir oleh sebuah kapal
dengan panjang 925 meter, bersama dengan keluarga dan teman-temannya dan
bersama burung-burung dan berbagai jenis binatang. Hal ini dikatakan bahwa
"air terbentang menuju ke surga, lautan menutupi pantai dan sungai meluap
dari dasar sungai". Dan kapal pun akhirnya berhenti di gunung Corydaean.
Menurut catatan bangsa Babilonia-Syria,
Ubar Tutu atau Khasisatra diselamatkan bersama dengan keluarga dan pembantunya,
umatnya dan binatang-binatang dalam sebuah kapal dengan lebar 600 cubits
(ukuran panjang), tinggi dan lebarnya 60 cubit. Banjir tersebut berlangsung
selama 6 hari dan 6 malam. Ketika kapal tersebut menapai gunung Nizar, merpati
yang dilepaskan kembali ke kapal sedangkan burung gagak yang sama-sama
dilepaskan tidak kembali.
Berdasarkan beberapa catatan bangsa
Sumeria, Asyiria dan Babylonia, Ut-Napishtim bersama dengan keluarganya selamat
dari banjir yang terjadi selama 6 hari dan 6 malam. Hal ini dikatakan "
Pada hari ke tujuh Ut-napishtim melihat keluar. Ternyata sangatlah sepi. Orang
telah berubah menjadi Lumpur". Ketika kapal berhenti di gunung Nizar,
Ut-napishtim menerbangkan seekor burung merpati, seekor gagak dan seekor burung
pipit. Burung gagak tinggal untuk memakan bangkai, sedangkan dua burung yang
lain tidak kembali.
2) Sinopsis
Shahnameh:
Shahnameh, atau Shahnama (ejaan lain Shahnama,
Shahname, Shahname, Shah-Nama), yang bermaksud "Kisah
Raja-Raja", adalah sebuah syair Parsi
karangan Firdausi
yang bertarikh sekitar 1000
M dan ia adalah epik kebangsaan untuk negara-negara Parsi.
Syair Shahnameh ini mengisahkan cerita-cerita mistik dan sejarah lama Iran
sebelum kedatangan Islam. Kitab ini juga adalah salah satu
warisan UNESCO.
Selain
memang seputar silsilah raja Persia, Ferdowsi meletakkan sentralisasi cerita
terpusat pada peperangan antara Iran vs Turan (negeri di Asia Tengah) dan
suksesi kekuasaan Shah.
Ferdowsi (Firdausi) atau bernama lengkap
Hakim Abol Ghasem Ferdowsi Toosi (935-1020/1026 M) selama 35 tahun telah
berhasil mengumpulkan sebanyak 60.000 syair pendek yang kemudian dituangkan
dalam buku berjudul Shahnameh atau Shahnamah ”The Epic of Shahnameh Ferdowsi”
(The Epic of Kings: Hero Tales of Ancient Persia). Shahnameh ini dipersembahkan
Ferdowsi untuk kejayaan Sultan Mahmud dari Ghazna.
Cerita dimulai dari Kaiumer I sebagai
Shah di Kerajaan Persia. Ia diibaratkan sebagai sang penguasa dunia, yang
membangun tempat tinggal di gunung, memakai pakaian dari kulit harimau seperti
begitu pula rakyatnya. Anak manusia yang dilindungi oleh Ormurzd (sebutan
Tuhan) dan segala kelimpahannya, mengundang sirik dari setan (Ahriman) yang
senantiasa memberi cobaan melalui putranya yang berjuluk Deev. Masa gelap pun
hadir melalui Raja Zohak dari jazirah Arab yang dibantu oleh Deev. Penguasa
berjuluk Raja Ular (karena memberi korban manusia setiap hari untuk dimakan
ular raksasa) bisa dikalahkan oleh Feridoun yang mengasingkannya ke Gunung
Demawend. Intrik di kerajaan Persia dengan raja tertinggi berjuluk Shah, mulai
tersemai ketika Feridoun memiliki 3 putra yaitu Silim si sulung, Tur si anak
tengah, dan Irij si bungsu.
Suatu hari Feridoun ingin menguji ketiga
anaknya dengan menyuruh mereka bertarung melawan naga. Silim yang dalam
pertarungan melawan naga, terbukti adalah si orang yang mencari aman dengan
membalikkan badan pergi meninggalkan sang naga. Ia membiarkan adik-adiknya
bertarung melawan naga. Tur yang berarti ”pemberani”, memang membuktikan nyali
melawan naga. Akan tetapi, Irij tampil sebagai pria bijaksana sekaligus
pemberani. Feridoun kemudian membagi wilayah kekuasaannya menjadi tiga bagian
secara adil kepada putranya. Silim memperoleh Rhoum (Kaver) daerah tempat
terbenamnya matahari; Turan atau Turkestan diberikan kepada Tur (sebagai
penguasa Turki dan Cina); lalu Feridoun memberikan Iran kepada Irij.
Meski ketiganya menjadi raja makmur di
negara masing-masing, bisikan setan berhasil menguasai Silim dan Tur. Keduanya
bahu-membahu menyerang Iran dan membunuh adik bungsunya. Dari pertikaian bak
kisah putra Adam-Hawa, dimana Kabil membunuh adik kandungnya sendiri, Habil,
maka dinasti Iran pun tak lepas dari balas dendam, perebutan kekuasaan, dan
kematian. Ada pula kisah cinta, cemburu, tipu daya, termasuk ilmu sihir. Para
Shah percaya akan ramalan ahli nujum. Melihat nasib dan masa depan dari
keturunan yang baru lahir. Kisah sejarah permulaan Iran kuno tak bisa lepas
dengan tidak mengisahkan kepahlawanan ksatria besar Persia, Rostam atau Rustem.
Pehliva (ksatria) turunan Zal putra Saum sang pahlawan dengan Rudabeh, setia
membela Shah meskipun pada beberapa kasus peperangan terjadi akibat kebodohan
dan ketamakan rajanya. Pada cerita penutup menjelaskan bagaimana Rustem
mangkat.
Selain karena kepentingan sastranya, Shahnameh juga
dianggap sebagai titik permulaan pemulihan Bahasa Parsi
yang ketika itu hampir pupus kerana pengaruh Bahasa Arab.
Karya agung ini juga mencerminkan sejarah Iran,
nilai-nilai kebudayaan Parsi, agama-agama purbanya seperti Majusi
dan juga melahirkan semangat nasionalisme di kalangan bangsa Iran atau Parsi.
Kebanyakan kisah-kisah dalan Shahnameh sudah ada sebelum zaman Firdausi di
dalam bentuk prosa. Selain mengisahkan epik-epik lama Parsi,
Shahnameh juga menceritakan tentang kehidupan Firdausi seperti kepercayaan dan
etika yang beliau anut.