PEMBAHASAN
A. Pengertian Referensi dan Inferensi
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2000:939) disebutkan bahwa Referensi
adalah sumber acuan, rujukan, atau petunjuk. Mungkin paling tepat jika kita
menganggap referensi (pengacuan) sebagai sebuah tindakan ketika penutur atau
penulis menggunakan bentuk-bentuk yang memungkinkan pendengar atau permbaca
mengidentifikasikan sesuatu.
Bentuk-bentuk
linguistik tersebut merupakan ekspresi-ekspresi pengacu yang dapat berupa kata
benda, frasa kata tertentu, dan kata ganti. Dalam konteks-konteks visual yang
dialami bersama, kata-kata ganti yang berfungsi sebagai ekspresi deiktik dan
frasa-frasa kata benda yang lebih terperinci bisa digunakan bagi suksesnya
referensi.
Referensi
jelas berkaitan dengan tujuan penutur dan keyakinan-keyakinan penutur, tetapi
agar referensi dapat berhasil kita juga harus mengetahui peran inferensi.
Inferensi adalah simpulan atau yang dapat disimpulkan (KBBI, 2000:432).
Tugas
pendengar adalah menarik inferensi
secara benar entitas mana yang ingin
diidentifikasi penutur dengan menggunakan ekspresi pengacuan tertentu. Bahkan
kita dapat menggunakan ekspresi-ekspresi yang tidak jelas, misalnya sesuatu,
anu, itu, eh, dan yang lainnya
dengan mengandalkan kemampuan pendengar untuk menarik inferensi referen tentang
apa yang kita miliki dalam pikiran.
B. Penggunaan Referensial dan Atribut
Tidak
semua ekspresi pengacu memiliki referen-referen fisik yang dapat
diidentifikasi. Frasa-frasa kata benda tidak tentu dapat digunakan untuk
mengidentifikasi entitas yang ada secara fisik seperti dalam contoh berikut.
1) Ada seseorang yang sedang menunggumu.
Tetapi dapat juga
digunakan untuk mendeskripsikan entitas-entitas yang diasumsikan ada, tetapi
tidak diketahui siapa jelasnya sebagaimana contoh berikut.
2) Dia ingin menikah dengan wanita yang kaya.
Penutur sering mengajak kita untuk berasumsi, melaui penggunaan
atributif, bahwa kita dapat mengidentifikasi apa yang sedang dibicarakan,
bahkan ketika entitas atau individu yang dideskripsikan tidak ada.
C. Nama dan Referen
Versi referensi yang disajikan disini adalah kolaborasi antara niat untk mengidentifikasi dan pengakuan terhadap niat. Proses ini
tidak hanya bekerja pada satu penutur dan satu pendengar. Proses ini bekerja
dalam kaitannya dengan konvensi antara semua anggota suatu komunitas yang
menggunakan bahasa dan memiliki budaya yang sama. Asumsi ini mungkin membuat
kita beranggapan bahwa nama orang seperti Andrea Hirata atau Dewi Lestari hanya
dapat digunakan untuk mengidentifikasi satu orang tertentu, dan sebuah ekspresi
yang mengandung kata benda umum seperti
“si kutu buku” hanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu benda
tertentu. Pandangan ini salah sebab pandangan referensi yang benar-benar
pragmatik memungkinkan kita untuk melihat bagaimana seseorang dapat
diidentifikasikan melalui ekspresi “anak ayam”, dan suatu benda dapat
diidentifikasi melalui nama “Andrea Hirata”.
Contoh: Percakapan antara
siswa A dan siswa B.
A: “Mana
Andrea Hirata yang kemarin kamu
pinjam?”
B:
“Maaf, sepertinya tertinggal di rumah.”
Dari
konteks kalimat yang diciptakan, referen yang dimaksudkan dan inferen yang
disimpulkan bukan mengacu kepada seseorang, tetapi sebuah buku. Sama halnya
dengan contoh berikut.
Contoh:
Percakapan antara Siswa C dan Siswa D.
C:
“Dimana si anak ayam?”
D: “Itu,
dia disana.”
Bila
dilihat juga pada konteksnya, referen yang diidentifikasi dan inferen yang
disimpulkan bukan merupakan suatu kata benda, tetapi merujuk kepada seseorang
karena ada kata “dia” disana.
D. Peran Ko-teks
Kemampuan
untuk memahami referen atau acuan ini telah dibantu oleh materi linguistik,
atau ko-teks yang menyertai pengacu. Ketika kita melihat kata Malaysia di koran, kata ini merupakan
ekspresi pengacu dan mengalahkan
Indonesia dalam final piala AFF 2011 adalah bagian ko-teksnya. Dengan jelas
ko-teks membatasi rentangan interpretasi atau gagasan tersendiri yang mungkin
yang dapat kita berikan pada kata seperti Malaysia
. Ko-teks merupakan bagian dari bagian linguistik dari lingkungan tempat
digunakannya ekspresi pengacu.
E. Referensi Anaforik
Dalam
sebagian besar pembicaraan, kita harus memperhatikan siapa dan apa yang sedang
dibicarakan yang lebih dari satu kalimat dalam satu waktu. Setelah sebelumnya
memperkenalkan entitas penutur, para penutur akan menggunakan berbagai macam
ekspresi untuk menjaga referensi.
Referensi
anaforik atau anafora (ekspresi kedua) merupakan proses untuk terus
mengidentifikasi dengan tepat entitas yang sama sebagaimana ditunjukkan oleh
antesedennya (ekspresi awal). Dalam banyak hal, asumsi tersebut tidak banyak
mempengaruhi interpretasi, tetapi ketika perubahan atau efek tertentu
diuraikan, referensi anaforik harus diinterpretasikan secara berbeda.
Contoh:
Ani adalah gadis yang cantik. Dia
selalu berpenampilan rapi. (Antesedennya adalah Ani, dan anaforanya adalah dia.)
Kunci
untuk memahami referensi adalah proses pragmatik yang digunakan para penutur
untuk memilih ekspresi-ekspresi linguistik dengan maksud mengidentifikasikan
entitas-entitas tertentu dengan asumsi bahwa pendengar akan berkolaborasi dan
menginterpretasikan ekspresi-ekspresi sebagaimana yang dimaksudkan penutur.
Dimensi
sosial referensi mungkin juga terikat dengan efek kolaborasi. Segera setelah
mengetahui referen yang dimaksudkan, bahkan ketika sebuah ekspresi pengacu
minimal (misalnya kata ganti) digunakan bersama, merupakan sesuatu yang umum
dan merupakan kedekatan sosial. Keberhasilan referensi berarti bahwa maksud
penutur telah diketahui, melalui inferensi, yang menunjukkan semacam
pengetahuan yang dimiliki bersama dan merupakan kedekatan sosial.
KESIMPULAN
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2000:939) disebutkan bahwa Referensi
adalah sumber acuan, rujukan, atau petunjuk. Mungkin paling tepat jika kita
menganggap referensi (pengacuan) sebagai sebuah tindakan ketika penutur atau
penulis menggunakan bentuk-bentuk yang memungkinkan pendengar atau permbaca
mengidentifikasikan sesuatu.
Inferensi
adalah simpulan atau yang dapat disimpulkan (KBBI, 2000:432). Referensi jelas
berkaitan dengan tujuan penutur dan keyakinan-keyakinan penutur, tetapi agar
referensi dapat berhasil kita juga harus mengetahui peran inferensi.
DAFTAR PUSTAKA
Jumadi. 2006.
Pragmatik. Dalam George Yule (Ed.), Pragmatics
(hlm. 21-30). Banjarmasin: PBS FKIP Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin.
Thanks mba. sangat membantu saya yg kebetulan lg nyari materi tsb.
BalasHapusGood explanation
BalasHapusPenjelasan yang sangat lengkap,
BalasHapusTq
Makasih, akhirnya paham juga hihi
BalasHapus